Penulis: Nadhifa Arifin
Mahasiswi Prodi: Ilmu Pemerintahan
Fakultas: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang
Berdasarkan data yang di dapat dari Komisi Pemberantasan Korupsi, sejak tahun 2004 hingga Juli 2023 telah terjadi kasus korupsi sebanyak 344 kasus yang melibatkan anggota DPR, DPRD, Pejabat Swasta, maupun pejabat eselon I – IV. Alih-alih mewakili rakyat dan menyejahterakan masyarakatnya sesuai dengan janji selama masa kampanye, para dewan tersebut justru merampas sebagian jumlah yang bukan menjadi hak nya. Digunakannya kekuasaan yang dimiliki para wakil rakyat itu untuk membantu melancarkan kegiatan pemerintahan yang memerlukan perizinannya.
Berkaca kepada kasus Nyoman Dhamantra (2020) terkait kasus suap pengurusan Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih di Kementerian Perdagangan dan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) di Kementerian Pertanian dan kasus Sukiman (2019) suap senilai Rp2,65 miliar dan US$22 ribu untuk kepentinganpemerintahan.
Kedua kasus tersebut memperlihatkan bahwa masih adanya kelemahan dalam bidang politik Indonesia dan memerlukan upaya untuk reformasi dalam badang politikIndonesia demi menghentikan budaya politik yang tidak bijak dan merugikan masyarakat sebab di dalamnya terdapat hak-hak masyarakat Indonesia.
Hal-haldiatas memberikan dampak bagi pelaksanaan dan praktik politik di Indonesia. Pemilu yang menjadi kontestasi pemilihan kepengurusan pemerintahan yang baru tidak lagi diindahkan, sebab maraknya kasus KKN yang menyebabkan timbulnya anggapan dunia politik di Indonesia tak lagi bermoral.
Hal ini sejalan dengan data survei UMN Consulting pada Pemilu 2019, Sekitar 12.82 persen responden tidak percaya pemilu membawa perubahan dan sekitar 10,26 persen dari mereka merasa visi dan misi paslon tidak sesuai dengan ideologi diri.
Hal ini sudah sepatutnya menjadi hal yang seriusdan perlu perhatian sebab suara pemilih sangat berharga untuk keberlangsungan masa depan politik bangsa Indonesia.
Golput dalam kontestasi pemilu seperti memberikan jalan bagi oknum-oknum untuk melanjutkan praktik amoralseperti korupsi dalam pemerintahan yang membuat hak-hak rakyat tidak terpenuhi. Seperti Uang rakyat yang seharusnya dipakai untuk mewujudkan pembangunan fisik maupun non-fisik menjadi terhambat, bahkan sama sekali tidak terwujud.
Sebagai lembaga pencegah dan pemberantas korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia, KPK sudah seharusnya membuat strategi pemberantasan hal-hal tersebut untuk menciptakan kondisi sosial politik yang bersih.
Adapun strategi yang bisa menjadi saran bagi KPK yaitu, melakukan sosialisasi dan kampanye terkait pendidikan antikorupsi yang disesuaikan dengan usia, untuk membangun perilaku dan budaya antikorupsi. *)
Posting Komentar